Mendekatkan HIV/AIDS Lewat Bazaar

Apa yang kita dapat bila datang ke acara bazaar amal di banjar-banjar? Kalau jawabannya makan, itu sudah biasa. Berkumpul dengan teman lama, juga bisa. Tetapi anak muda yang tergabung dalam Sekaa Teruna Teruni Banjar Tegaltamu, Desa Batubulan, Sukawati, Gianyar, mencoba menawarkan hal yang tidak biasa dalam bazaarnya di banjar setempat, akhir Juni 2006 lalu.

Setumpuk media komunikasi informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS, menyambut para pengunjung bazar di meja penerima tamu. Ada pula sekotak kondom yang digratiskan untuk siapa saja yang membutuhkan. Tentu saja, bagian ini hanya khusus bagi mereka yang sudah cukup umur. Solusi yang ditawarkan untuk pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS tetap berpegang pada konsep ABCD. Abstinence (tidak melakukan hubungan seks) bagi yang belum menikah, Be faithfull (saling setia) bagi yang sudah memiliki pasangan, Condom (kondom) bagi yang tidak bisa melakukan A dan B ataupun ingin mencegah kehamilan, serta Don’t Inject (jangan menyuntik dengan jarum bekas) bagi pengguna narkoba suntik.

“Siapa yang melakukan penanggulangan HIV/AIDS?” begitu pertanyaan kuis yang terdengar jelas dari ujung mikrofon. Ada tiga pilihan jawaban yang ditawarkan, yakni siapa saja, dokter dan perawat, serta pemerintah dan yayasan AIDS. “Tulis jawaban di kertas tisu yang ada di meja,” jelas pembawa acara memberi petunjuk. Tak butuh waktu lama bagi pengunjung bazaar untuk menjawab. Beberapa orang langsung berlari menyetor jawabannya ke depan panggung. Beberapa jawaban ternyata benar, yakni setiap orang bisa melakukan penanggulangan HIV/AIDS. Namun tak sedikit pula pengunjung yang menyebut penanggulangan HIV/AIDS hanya bisa dilakukan oleh pemerintah dan yayasan AIDS. Spontanitas pengunjung bazaar dihargai dengan hadiah merchandise.

Selama tiga hari penyelenggaraan bazaar, panitia sengaja melontarkan pertanyaan-pertanyaan guna memancing peningkatan pengetahuan pengunjung soal HIV/AIDS. Pertanyaannya pun beragam, mulai dari bagaimana cara penularan HIV/AIDS, bagaimana kasus AIDS pertamakali ditemukan di Indonesia, hingga bagaimana HIV/AIDS dicegah.

“Ini hanya untuk shock therapy, agar mereka tahu apa itu HIV. Dengan tahu, mereka mengenali, sehinga bisa melakukan pencegahan,” jelas IGN Pertu Agung, inisiator acara. Menurut pria yang menjadi penyiar di sebuah stasiun radio swasta di Denpasar itu, ide penyelenggaraan pos informasi HIV/AIDS dalam acara bazaar itu muncul secara tidak sengaja. Ide itu tiba-tiba muncul setelah ia memandu sebuah diskusi interaktif tentang HIV/AIDS. Perkenalan dengan narasumber dari Yayasan Citra Usadha Indonesia (YCUI), LSM pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS, akhirnya menelorkan ide yang kemudian didukung oleh YCUI itu.

Agung yang juga anggota Sekaa Teruna Teruni (STT) Banjar Tegaltamu menjelaskan, tempat berkumpulnya anak-anak muda kini tidak terbatas di kota besar. Bahkan di pedesaan pun, ada “pergaulan” yang berpotensi menularkan HIV/AIDS. Dengan melakukan sentuhan langsung ke desa-desa, ia optimis pemberian informasi tentang HIV/AIDS bisa lebih efektif. Apalagi melalui acara bazaar, di mana pengunjungnya biasa menghabiskan banyak waktu . “Kita beri brosur, paling tidak iseng-iseng pasti dibaca,” jelasnya. Pemberian kuis berhadiah, diharapkan bisa menjadi daya tarik tersendiri sehingga tidak hanya terjadi komunikasi satu arah. Respon dari pengunjung terhadap pertanyaan kuis, bisa menjadi parameter efektivitas pemberian informasi tersebut.

Dari hanya tiga hari bazaar, paling tidak dipastikan ada sekitar 1000 orang warga dalam dan luar Banjar Tegaltamu yang mendapatkan sedikit informasi soal HIV/AIDS. Itu belum termasuk jumlah orang yang datang tanpa membawa undangan. “Padahal satu undangan biasanya datang dengan dua sampai lima temannya. Jadi, ya lumayan banyak juga kan,” tandasnya. Ada yang tertarik mengikuti jejak STT Banjar Tegaltamu? [Komang Erviani / pernah dimuat di Media HIV/AIDS dan Narkoba KULKUL Edisi 18, Juli 2006]

About erviani

Jatuh cinta dengan dunia jurnalistik sejak bergabung dengan Lembaga Pers Mahasiswa Indikator, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Sempat bekerja untuk Harian Warta Bali, 2003 - 2005, Koresponden Majalah GATRA untuk wilayah Bali, anggota redaksi Media HIV/AIDS dan Narkoba KULKUL, TPI, dan Koran Seputar Indonesia. Menulis lepas kini menjadi aktivitas keseharian. Kini aktif sebagai kontributor untuk beberapa media yakni Bali Daily-The Jakarta Post, Mongabay Indonesia, dan Khabat Southeast Asia.
This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

Leave a comment